Kader Ikhwanul Muslimin Terpilih Jadi Ketua MPR Mesir
Kader Ikhwanul Muslimin Terpilih Jadi Ketua MPR Mesir
Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) bentukan Ikhwanul Muslimin kembali menempatkan kadernya sebagai pemimpin lembaga tinggi negara Mesir. Setelah Sekjen FJP Saad El-Katatni terpilih menjadi ketua majelis rendah parlemen (DPR) Mesir Januari lalu, kini Ahmad Fahmy terpilih menjadi ketua majelis tinggi parlemen (MPR).
Ahmad Fahmi, yang merupakan anggota fraksi FJP dan profesor Fakultas MIPA Universitas Zaqaziq, terpilih menjadi ketua majelis tinggi secara aklamasi. Dari 175 suara sah, semuanya menjatuhkan pilihan pada Fahmi untuk memimpin majelis tinggi.
Terpilihnya kader Ikhwan yang fasih bahasa Arab, Inggris, dan Jerma n itu diharapkan banyak pihak mampu melancarkan kerja-kerja konstitusional sehingga mempercepat pemulihan kondisi Mesir.
Sebelumnya Parlemen Mesir menyetujui amandemen undang-undang yang mengatur pemilihan presiden yang disodorkan oleh Lembaga Tinggi Militer Mesir, di antara amandemen yang disebutkan adalah bahwa penghitungan dan pengesahan hasil suara di lakukan di TPS untuk selanjutnya diteruskan ke panitia pemilu di atasnya. Ini jelas berbeda dengan pemilu presiden di masa rezim Mubarak, di mana suara tidak pernah dibuka, dihitung dan disahkan di lokasi pemungutan suara.
Pemilihan presiden dijadwalkan berlangsung Juni mendatang. Namun, awal pekan lalu Komisi Tinggi Pemilihan Presiden Mesir (HPEC), menyatakan menunda pengumuman perincian jadwal pemilihan presiden. [IK/bsb]
Ahmad Fahmi, yang merupakan anggota fraksi FJP dan profesor Fakultas MIPA Universitas Zaqaziq, terpilih menjadi ketua majelis tinggi secara aklamasi. Dari 175 suara sah, semuanya menjatuhkan pilihan pada Fahmi untuk memimpin majelis tinggi.
Terpilihnya kader Ikhwan yang fasih bahasa Arab, Inggris, dan Jerma n itu diharapkan banyak pihak mampu melancarkan kerja-kerja konstitusional sehingga mempercepat pemulihan kondisi Mesir.
Sebelumnya Parlemen Mesir menyetujui amandemen undang-undang yang mengatur pemilihan presiden yang disodorkan oleh Lembaga Tinggi Militer Mesir, di antara amandemen yang disebutkan adalah bahwa penghitungan dan pengesahan hasil suara di lakukan di TPS untuk selanjutnya diteruskan ke panitia pemilu di atasnya. Ini jelas berbeda dengan pemilu presiden di masa rezim Mubarak, di mana suara tidak pernah dibuka, dihitung dan disahkan di lokasi pemungutan suara.
Pemilihan presiden dijadwalkan berlangsung Juni mendatang. Namun, awal pekan lalu Komisi Tinggi Pemilihan Presiden Mesir (HPEC), menyatakan menunda pengumuman perincian jadwal pemilihan presiden. [IK/bsb]
