MUI: MK Seperti Tuhan Selain Allah
MUI: MK Seperti Tuhan Selain Allah
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait status hukum anak di luar nikah.
Ketua MUI KH Maâruf Amin bahkan menilai MK seperti Tuhan karena ketika putusannya bertentangan dengan hukum Islam, putusan itu tak bisa diajukan upaya hukum lagi, alias final and binding.
âPutusan MK itu yang semula hubungan anak di luar nikah, sebelumnya ada hubungan keperdataan dengan ibunya, juga ada hubungan keperdataan dengan si ayahnya. Karena itu, putusan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab, mempersamakan hasil pernihakan dengan zina,â tegas Maâruf, Selasa kemarin (20/3).
âJadi, MK itu seperti Tuhan selain Allah, berbuat seenaknya. Membuat putusan semaunya,â tambahnya.
Pernyataan keras ini ditujukan kepada MK terkait putusannya terhadap pengujian UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. MK memutuskan bahwa anak luar kawin mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya. Selama ini, anak luar kawin hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya. Dampak putusan ini adalah anak luar kawin dianggap bisa memperoleh waris atau nasab dari ayah biologisnya.
Maâruf menyesalkan putusan MK tak melibatkan unsur pemuka agama. Padahal, masalah tersebut memiliki aturan yang jelas dalam Islam.
MUI akhirnya menerbitkan fatwa terkait putusan ini. Fatwa MUI yang mengacu kepada syariat Islam ini menegaskan tak ada hubungan nasab (keturunan) dan waris antara anak hasil zina dengan ayah biologisnya. Meski begitu, MUI tetap berpendapat bahwa anak hasil zina harus dilindungi.
Dalam fatwanya, MUI menegaskan p emerintah harus menetapkan taâzir (hukuman) kepada ayah agar menafkahi anaknya tersebut. Selain itu, ketika meninggal, si ayah juga harus memberikan harta kepada anaknya itu melalui wasiat wajibah.
Pemerhati Anak Seto Mulyadi mengakui putusan MK memang menimbulkan pro kontra. Di satu sisi ingin melindungi anak, tetapi di sisi lain ada ajaran Islam yang dilanggar. âSaya rasa apa yang disampaikan oleh Pak Maâruf (MUI) itu adalah jalan keluar. Anak tetap dilindungi, tetapi ajaran Islam tak ditabrak,â ujarnya.
âTaâzir agar laki-laki menafkahi anaknya itu merupakan bentuk hukuman. Dan wasiat wajibah itu mungkin kata lain dari warisan tetapi mengacu ke hukum waris. Jadi, tak ada syariat atau hukum Islam yang dilanggar,â ujarnya.[IK/JP/bsb]
nah sekian itu artikel postingan tentang MUI: MK Seperti Tuhan Selain Allah semoga sharepaste dapat memberikan tebaik untuk anda , jangan lupa ada yang terkait tuh di bawah ini dan ada juga yang musti kamu baca lewat daftar isinya ^_^Ketua MUI KH Maâruf Amin bahkan menilai MK seperti Tuhan karena ketika putusannya bertentangan dengan hukum Islam, putusan itu tak bisa diajukan upaya hukum lagi, alias final and binding.
âPutusan MK itu yang semula hubungan anak di luar nikah, sebelumnya ada hubungan keperdataan dengan ibunya, juga ada hubungan keperdataan dengan si ayahnya. Karena itu, putusan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab, mempersamakan hasil pernihakan dengan zina,â tegas Maâruf, Selasa kemarin (20/3).
âJadi, MK itu seperti Tuhan selain Allah, berbuat seenaknya. Membuat putusan semaunya,â tambahnya.
Pernyataan keras ini ditujukan kepada MK terkait putusannya terhadap pengujian UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. MK memutuskan bahwa anak luar kawin mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya. Selama ini, anak luar kawin hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya. Dampak putusan ini adalah anak luar kawin dianggap bisa memperoleh waris atau nasab dari ayah biologisnya.
Maâruf menyesalkan putusan MK tak melibatkan unsur pemuka agama. Padahal, masalah tersebut memiliki aturan yang jelas dalam Islam.
MUI akhirnya menerbitkan fatwa terkait putusan ini. Fatwa MUI yang mengacu kepada syariat Islam ini menegaskan tak ada hubungan nasab (keturunan) dan waris antara anak hasil zina dengan ayah biologisnya. Meski begitu, MUI tetap berpendapat bahwa anak hasil zina harus dilindungi.
Dalam fatwanya, MUI menegaskan p emerintah harus menetapkan taâzir (hukuman) kepada ayah agar menafkahi anaknya tersebut. Selain itu, ketika meninggal, si ayah juga harus memberikan harta kepada anaknya itu melalui wasiat wajibah.
Pemerhati Anak Seto Mulyadi mengakui putusan MK memang menimbulkan pro kontra. Di satu sisi ingin melindungi anak, tetapi di sisi lain ada ajaran Islam yang dilanggar. âSaya rasa apa yang disampaikan oleh Pak Maâruf (MUI) itu adalah jalan keluar. Anak tetap dilindungi, tetapi ajaran Islam tak ditabrak,â ujarnya.
âTaâzir agar laki-laki menafkahi anaknya itu merupakan bentuk hukuman. Dan wasiat wajibah itu mungkin kata lain dari warisan tetapi mengacu ke hukum waris. Jadi, tak ada syariat atau hukum Islam yang dilanggar,â ujarnya.[IK/JP/bsb]