Ubah Urine Jadi Listrik, Siswa Sman 10 Malang Menang Di Georgia
KARYA inovasi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 10, Kota Malang, Jawa Timur, tentang Photo Electro System yakni mengubah urine menjadi energi listrik menyabet medali emas pada lomba teknologi International Young Inventors Project Olympiad (IYIPO) di Georgia.
Siswa kelas XI yang mengharumkan nama bangsa sekaligus mendapatkan prestasi internasional itu Nurul Inayah dan Nando Novia. Kedunya menyisihkan 101 peserta dari 40 negara.
Nurul Inayah, Kamis (3/5), mengatakan dalam ajang kompetisi teknologi tersebut Indonesia diwakili tiga tim. SMA Negeri 10 Malang mewakili kategori teknologi.
Kategori fisika diwakili siswa SMA Aceh yang membuat alat pendeteksi kemurnian minyak goreng. Karya inovasi itu menyabet medali perak. Sedangkan siswa SMA Tangerang mewakili kategori kimia meneliti air bermagnet untuk meningkatkan pertumbuhan kecambah, meraih medali perunggu.
Ia menjelaskan, penelitian dilakukannya selama tiga bulan ini mengubah urine menjadi hidrogen dan memanfaatkan listrik tenaga surya untuk menggerakkan mobil remote kontrol. Prinsip kerjanya adalah listrik bertenaga surya disimpan dalam baterai lithium untuk menggerakkan motor.
Menggunakan alat elektrolizer, lanjutnya, energi listrik sebesar 75 persen untuk mesin penggerak roda. Sisanya digunakan dalam proses elektrolisasi yakni mengubah elektrolit berupa urin untuk menghasilkan gas hidrogen dan nitrogen sebagai limbah yang dilepas ke udara.
Selanjutnya gas hidrogen dialirkan ke fuel cell. Terjadinya reaksi penggabungan antara hidrogen dan oksigen itu menghasilkan listrik. "Listrik dialirkan ke proton exchange membrane fuel cell untuk mengikat proton. Sehingga hanya elektron saja yang disimpan dalam baterai dan menjadi listrik untuk penggerak motor," katanya.
Agar mendapatkan hasil optimal, harus dipilih urin dari manusia sehat. Pasalnya jika mengandung unsur gula atau kimia lain akan menganggu proses elektrolisasi.
Dipilihnya urine dalam proses elektrolisasi karena dinilai lebih efisien, hanya membutuhkan satu daya 0,37 volt. Bila menggunakan air, maka membutuhkan listrik 1,2 volt. Sehingga energi yang dibutuhkan juga lebih besar. Oleh sebab itu penggunaan air dinilai tidak efisien.
"Proses elektrolisasi untuk satu liter urin hanya membutuhkan waktu selama 1,5 menit," ujarnya.
Hasil uji coba menyebutkan bahwa listrik yang dihasilkan untuk menggerakkan mobil remote kontrol ini mampu melaju dengan kecepatan 60 kilometer per jam sejauh 17 kilometer.
Nando Novia, yang juga Ketua Dewan Riset Muda SMAN 10 Malang, menambahkan akan mengembangkan inovasi ini untuk diterapkan pada mobil berbahan bakar listrik. Ia memperhitungkan untuk keperluan itu hanya dibutuhkan dana Rp50 juta. "Lebih murah dibandingkan dengan mobil hybrid seharga Rp215 juta," tegasnya.
Penerapan alat dengan cara solar cell dipasang di atap mobil. Sedangkan elektrolizer dan fuel cell dibenamkan di chasis mobil bagian depan sebagai pengganti mesin.
Menggunakan baterai lithium 325 volt dan solar cell 200 watt, ia memperhitungkan mobil berbahan bakar urin ini mampu menghasilkan daya 100 hp/ 5.000 Rpm dengan torsi 125 Nm/3800 Rpm.
"Kami bercita-cita merealisasikan mobil listrik berbahan bakar urin, sekaligus berharap mendapatkan dukungan dana dari sponsor," tuturnya.
Setelah karya ini diakui internasional, SMA Negeri 10 segera mendaftarkan hak paten sekaligus berharap Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan penelitian ini agar memberikan manfaat lebih luas bagi masyarakat.
sumber